Selasa, 23 April 2013

Dialog Jumat Radar, 19 April 2013



Batas waktu pakai jilbab
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saya ingin bertanya, seorang wanita diwajibkan memakai jilbab sejak dari kapan?. Dan jilbab dipakai kapan aja atau ada batas waktunya untuk berjilbab. Tolong saya butuh penjelasan yang detail. Terima kasih. (Umi, Kediri, 085785432xxx).

Jawaban :
Ada dua hal yang perlu dijelaskan berkaitan dengan pertanyaan saudari Umi. Pertama, batasan waktu bagi seorang perempuan untuk memakai jilbab secara umum. Kedua berkaitan dengan keadaan diwajibkannya memakai jilbab. Sebelum menjelaskan kedua permasalahan tersebut perlu dibedakan beberapa peristilahan yang berhubungan dengan jilbab. Jilbab sebagaimana disebutkan al Qur'an dalam bentuk jamak (plural) terdapat dalam surat al-Ahzab ayat 59 yang artinya "Hai Nabi, katakanlah pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu, supaya mereka lebih mudah dikenali. Karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". Jilbab secara historis merupakan pakaian luar perempuan guna menutupi seluruh badannya. Meski kemudian bergeser maknanya sebagai penutup kepala. Karena itu jilbab lebih luas maknanya daripada sekedar penutup kepala (kerudung).
Batasan jilbab sebagaimana disebutkan surat al-Ahzab ayat 59 adalah seluruh badan wanita. Mengenai perbedaan anggota badan yang harus ditutupi sebagai aurat, pengikut madzhab Hanbali dan Syafi'i menyatakan bahwa seluruh badan termasuk wajah dan tangan perempuan adalah aurat. Hal ini didasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ubaydah al-Salmani yang menyatakan bahwa wanita mukmin pada masa Nabi mengulurkan jilbabnya sehingga seluruh badannya tertutup kecuali matanya untuk melihat jalan. Menurut Abu Zakariya al-Nawawi alam kitabnya Raudlat al-Thalibin volume 1 halaman 389 menyatakan bahwa kewajiban menutup wajah dan telapak tangan adalah mutlak baik dalam situasi aman maupun situasi yang dikhawatirkan timbul fitnah.
Sedangkan ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan bukanlah aurat, karenanya boleh ditampakkan. Hal ini didasarkan kepada pengungkapan maksud penggalan ayat 31 dari surat al-Nur  yakni illa maa dzahara minha (kecuali yang -biasa- tampak dari perhiasan) dengan menunjuk pada maksud bagian wajah dan telapak tangan.  Dalam hal ini, Ibnu Jarir Al-Tabari dalam tafsirnya menyatakan bahwa arti dari kandungan ayat tersebut adalah janganlah mereka menampakkan hiasan mereka kecuali anggota badan yang mendesak harus terbuka yakni wajah dan telapak tangan. Hal ini juga didukung atas pemahaman terhadap hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang berbunyi “Sesungguhnya seorang perempuan datang kepada Rasulullah SAW dan berkata,”Hai Rasulullah, saya datang untuk memberikan diriku kepadamu. Lantas Rasulullah melihat perempuan tersebut dengan mengarahkan pandangannya. Namun kemudian Rasulullah menundukkan kepalanya”. Dalam pandangan golongan yang membolehkan membuka wajah, andai perempuan tersebut tidak membuka wajahnya, tentu Rasulullah tidak mengarahkan pandangannya kepada perempuan itu. Meski wajah dan telapak tangan bukan aurat menurut ulama’ Hanafiyah dan Malikiyah namun melihatnya dengan pandangan yang dapat menimbulkan birahi, maka pandangan itu tetap dihukumi haram. 
Untuk menjawab pertanyaan kapan wanita diwajibkan mengenakan jilbab sebagai penutup badannya, maka perlu dipaparkan hal-hal sebagai berikut. Wanita yang telah mengalami masa haid diwajibkan untuk mengenakan jilbab sebagai penutup badan. Hal ini didasarkan pada pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwasanya Asma’ binti Abu Bakar berkunjung ke rumah Rasulullah SAW dengan pakaian yang tipis. Lantas Rasulullah berpaling sambil berkata,”Hai Asma’, seharusnya wanita yang telah mengalami haid tidak pantas dilihat kecuali ini sambil menunjukkan wajah dan telapak tangan”.  Karena itu, dalam rangka tahdzibul fard (pendidikan hukum bagi individu) perlu dilakukan secara bertahap dengan melatih menggunakan jilbab meski belum mencapai masa haid.
Kemudian berkaitan dengan kapan saja seorang perempuan memakai jilbab, maka terdapat beberapa keterangan sebagai berikut. Sebagaimana disebutkan dalam al Qur’an surat al-Nur ayat 31 menyatakan,”Katakanlah kepada wanita-wanita beriman, hendaklah mereka menahan pandangan dan kemaluannya. Janganlah mereka memperlihatkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak. Hendaklah mereka menutupi dadanya dengan khumur (kudung) dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ayah suami mereka atau anak-anak mereka dan anak-anak suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka dan saudara laki-laki mereka, anak saudara laki-laki mereka, anak-anak saudara perempuan mereka, dan wanita-wanita mereka, budak-budak yang mereka miliki atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), dan anak-anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung”.
Jelasnya ayat ini memberi ketentuan bahwa perempuan tidak dengan serta merta diperbolehkan memperlihatkan auratnya kepada golongan yang disebutkan oleh ayat tersebut. Karena penyebutan perhiasan merupakan bagian dari tubuh. Artinya diperbolehkannya memperlihatkan perhiasan itu terbatas pada batasan zinah dziharah (hiasan yang tampak) yakni wajah dan telapak tangan dan bukan zinah batiniyah (hiasan yang tersembunyi). Karena itu, wanita yang keluar rumah untuk kepentingan bekerja atau keperluan lain dengan terbukanya wajah dan telapak tangan adalah haram sesuai dengan kutipan pendapat dari Ibrahim al-Bajuri dalam kitabnya Hasyiah al-Bajuri jilid II halaman 97. Meski demikian ulama’ Hanafiyah menyatakan bolehnya perempuan keluar rumah dengan wajah dan telapak tangan terbuka dengan syarat tidak menimbulkan fitnah. Karena kedua anggota tubuh tersebut bukanlah aurat.
Di sisi lain seorang pria boleh melihat wajah dan telapak tangan wanita yang bukan mahramnya untuk mengajarkan agama dengan syarat tidak menimbulkan fitnah, pelajarannya harus mengenai kewajiban wanita, tidak ada guru wanita atau mahram , penyampaian pelajaran membutuhkan situasi berhadapan muka.
Berkaitan dengan pertanyaan saudari Umi, meski jilbab telah dipahami sebagai penutup kepala (kerudung) maka ada baiknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut. Pertama, hendaknya penggunaan jilbab ditujukan untuk menutup aurat dalam pengertian yang sebenar-benarnya. Kedua, perlunya penjagaan anggota tubuh lain selain anggota yang menjadi tempat jilbab. Dengan asumsi bahwa anggota tubuh yang lain harus diperlakukan sama dalam rangka menutup aurat. Ketiga, hendaknya pemakai jilbab menyesuaikan diri dengan atribut jilbab tersebut. Agar tidak terjadi kesenjangan antara perilaku orang yang berjilbab dengan atribut yang sedang digunakan. Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Zayad Abd. Rahman, MHI, dosen Syariah STAIN Kediri dan berkhidmah di jajaran Syuriah PCNU Kabupaten Kediri.

Kamis, 11 April 2013

Khutbah Jumat Edisi Bahasa Indonesia



الحمد لله الذي رفع من أراد به خيرا بالعلم والإيمان ، وخذل المعرضين عن الهدى وعرضهم لكل هلاك وهوان . وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، الكريم المنان ، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الذي كمل الله له الفضائل والحسن والإحسان ، اللهم صل وسلم على محمد وعلى آله وأصحابه والتابعين لهم مدى الزمان . أما بعد، فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Hadirin sidang jumah yang berbahagia..............
Marilah kita senantiasa meningkatkan kualitas pengabdian kita kepada Allah SWT dengan ketaqwaan dalam arti yang sebenar-benarnya. Yakni menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah dengan hati yang ikhlas melalui ilmu yang diwariskan para Nabi kepada Ulama berdasarkan keteguhan iman kepada Allah SWT.
 Hadirin sidang jumah yang berbahagia..............
Allah ta’ala telah berfirman dalam surat fathir ayat 27-28 yang berbunyi :
ألَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً، فَأَخْرَجْنَا بِهِ ثَمَرَاتٍ مُّخْتَلِفًا اَلْوَانُهَا، وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيْضٌ وَحُمْرٌ مُّخْتَلِفٌ اَلْوَنُهَا وَ غَرَابِيْبُ سُوْدٌ (٢٧) وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ اَلْوَانُهُ كَذَلِكَ، إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَائُوْا، إِنَّ اللهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ
Artinya :
“Tidakkah kamu melihat bahwa Allah menurunkan air dari langit lalu dengan air itu kami keluarkan buah-buahan yang beraneka macam warnanya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada pula yang berwarna hitam pekat. Dan demikian pula di antara manusia dan binatang melata, serta hewan ternak beraneka macam warnanya. Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepadaNya hanyalah para ulama’. Sungguh Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.
Hadirin sidang jumah yang berbahagia..............
Ayat ini menunjukkan beberapa kekuasaan Allah SWT yang berupa hujan yang menjadi sebab terjadinya buah-buahan yang beraneka macam warna dan rasanya. Maka ilmu tentang tumbuh-tumbuhan ini termasuk dalam lingkup ilmu biologi. Sedangkan adanya lapian tanah dengan aneka warnanya dikaji melalui ilmu geologi. Adapun mengenai penyebutan manusia dengan berbagai etnisnya dikaji oleh ilmu etnografi. Semua hal yang disebutkan dalam ayat ini terkait erat dengan ilmu kedunyawian. Maka tujuan yang sebenarnya dari ayat ini yang harus kita ketahui bersama. Karena banyak orang yang tidak mengetahui bahwa apa yang ada di sampingnya tidak dipahami sebagai manifestasi dari wujudnya Pencipta alam raya ini.
Ayat ini termasuk dalam kategori ayat makkiyah yakni ayat yang turun sebelum Nabi hijrah ke Yatsrib yang kemudian diberi nama dengan Madinah. Ayat makkiyah  mempunyai ciri-ciri antara lain meneguhkan makna ketauhidan kepada Allah SWT. Salah satu cara untuk menunjukkan makna ketauhidan itu, Al-Quran menggunakan cara mujadalah atau adu argumen kepada orang yang mengingkari ketauhidan Allah SWT yakni orang-oran kafir. Allah ta’ala menunjukkan terhadap keberadaan sesuatu yang telah dilihat dan dirasakan manusia. Allah ta’ala memberikan bukti bahwa seseuatu yang berada di hadapan manusia tidaklah terjadi tanpa sebab. Karenanya, sebelum manusia mendapatkan penegtahuan tentang segala sesuatu yang tampak, ia tidak mempercayai bahwa hal itu terjadi karena  adanya sebab dari Dzat yang menjadikan sebab. Ia hanya berpikir bahwa kejadian alam dan seisinya ini terjadi dengan sendirinya.
Hadirin sidang jumah yang berbahagia..............
Bila kita teliti lebih lanjut dengan pemikiran dan perenungan yang mendalam bahwa turunnya hujan tidak terjadi begitu saja. Ada proses yang bersifat kronologis dan sinergis di antara unusur yang satu dengan yang lain. Hujan turun ke bumi dan kemudian mengalir melalui sungai-sungai yang telah tersedia. Seakan-akan telah tersedia sistem irigasi yang rapi, teratur dan sistematis. Dan kemudian menjadi sarana tumbuhnya pepohonan dan buah-buahan yang menggiurkan sekaligus berguna bagi manusia. Sebaliknya, di daerah yang berupa padang pasir, tidak ditemui hujan. Sungguh bila terdapat hujan maka hal itu jelas akan menjadikan keadaan yang membuat masalah bagi manusia. Keadaan ini berjalan secara teraur dan rapi. Tidakkah ini terjadi tanpa sebab?
Hadirin sidang jumah yang berbahagia..............
Allah ta’ala juga menyebutkan adanya lapisan-lapisan tanah di dalam bumi. Ilmua yang mengkaji tentang tanah ini kita kenal dengan ilmu geologi. Lapisan tanah yang berwarna-warni menunjukkan kemanfatan bagi manusia. Adanya lapisan tanah di daerah pegunungan berbeda dengan lapisan tanah di daerah dataran. Di daerah datar, manusia berusaha mendapatkan air dengan menggali tanah. Namun di daerah pegunungan, manusia tidak perlu menggali tanah yang padat dan penuh denga bebatuan itu. Air telah tersedia mengalir melalui mata air yang jernih sekaligus indah dan asri. Setelah manusia menggunakan air untuk keperluan dan kebutuhan hidupnya, maka terjadilah limbah dan buangan. Manusia tidak perlu bersusah payah membuat sistem pengolah limbah. Karena bumi, dimana manusia berpijak telah menyediakan sistem pengolah limbah melalui lapisan-lapisan tanah tadi. Dan air dapat digunakan kembali untuk kebutuhan hidup manusia. Semua itu telah berjalan secara teratur dan rapi. Tidakkah hal ini terjadi tanpa sebab ?.
Hadirin sidang jumah yang berbahagia..............
Setelah Allah menjelaskan keadaan ersebut yang menurut orang kafir terjadi dengan sendirinya, ia kemudian memberitahukan bahwa di antara hamba-hambanya yang takut kepada Allah hanyalah Ulama. Pernyataan ini sangat mengherankan. Mengapa Allah menyebut ulama justru berkaitan dengan permasalahan yang bersifat alam. Mengapa ulama tidak disebutkan dalam kapasitasnya menjalankan keteguhan dan ketaatan melakukan salat atau puasa atau bahkan haji. Karenanya, secara teologis, permasalahan yang penting sebelum seseorang melakukan ibadah adalah mengetahui kapasitasnya sebagai hal yang tidak dapat dipisahkan dari sifat keberadaan Penciptanya. Karena itulah, Muhammad sebagai utusan Allah, pada masa kecilnya tidak diberikan beban dan pengetahuan tentang ibadah, namun ia justru dibersihkan hatinya dalam rangka memberikan pondasi dalam melaksanakan risalahnya. Karena itu, pondasi lebih penting daripada bangunan. Meski tanpa bangunan tidak dapat disebut rumah.
Hadirin sidang jumah yang berbahagia..............
Sufyan Sauri membagi ulama menjadi tiga golongan. Pertama, ulama yang sekaligus mengerti sifat dan ajaran-ajaranNya. Golongan yang pertama disebut sebagai ulama. Karena, dari ilmu dan pengetahuannya, ia mengetahui sifat dan ajaran-ajaranNya. Melalui, penelitian dan i’tibar dapat diketahui bahwa semua yang tampak di hadapan manusia merupakan manifestasi keberadaan Allah. Lantas ajaran peribadatan mempertegas rasa takutnya kepada Allah SWT. Takut yang dimaksud adalah takut yang didasarkan atas kapasitas keilmuannya. Ulama yang berada di barisan ini layak disebut sebagai ulama dalam pengertian yang sebenar-benarnya karena sikap wara’ , namun tajam penglihatan ilmunya. Kedua, ulama’ yang mengerti sifat Allah, namun tidak mengetahui hal ihwal ajaran-ajaranNya. Ia juga juga disebut ulama karena kapasitas keilmuannya. Namun takutnya kepada Allah tidak dapat dikatakan sebagai rasa takut yang sebenarnya. Dan takutnya itu dinyatakan sebagai kedunguan. Takut dalam tataran teologis belaka namun miskin implementasi. Ketiga, ulama’ yang mengetahui perintah dan larangan dalam ajaranNya, namun tidak mengetahui dan mengenal siapa Allah itu. Ulama’ dalam barisan ini tidak mewakili sifat takut karena tidak mengenal Penciptanya. Lantas ia tidak dapat disebut ulama.
Hadirin sidang jumah yang berbahagia..............
Sebutan ulama memberikan pelajaran kepada kita karena sifat takutnya, Allah memberikan pengampunan dan pahala yang besar sebagaimana disebutkan dalam al Qur’an :
إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka yang tidak tampak baginya pengampunan dan pahala yang besar”.
Karena itu dapat disimpulkan bahwa ulama’ adalah karena ilmunyalah yang menjadikan takut kepada Allah SWT. Bila ada ulama’, namun tidak menunjukkan sifat takutnya kepada Allah, ia tidak pantas disebut ulama.
  Hadirin sidang jumah yang berbahagia..............
Marilah kita senantiasa berpegang teguh kepada ajaran Allah dalam hal menuntut ilmu. Mudah-mudahan karena ilmu meningkatkan rasa takut kita kepada Allah SWT sehingga menjadi sarana kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat.
إنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
بارك الله لى ولكم فى القرآن العظيم ونفعنى واياكم بما فيه من الايات والذكر الحكيم وتقبل الله منى ومنكم تلاوته انه هو السميع العليم************.
الحَمْدُ ِللهِ الَّذِى تَتِمُّ الصَّالِحَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لا إِلهَ إِلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ اتَّقُوْا اللهَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ
قال الله تعالى : إِذَا جَآءَ نَصْرُ اللهِ وَالفَتْحُ وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِى دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا فَسَبِّحْ ِبحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا..........................................................................
إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَااَّلذِيْنَ آمَنُوْ ا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وعلى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ َجِيْدٌ.
اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ الأحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِيْ الحَاجَاتِ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ، اللّهُمَّ لا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لايَخَافُكَ وَلا يَرْحَمُنَا، اللّهُمَّ انْصُرِ المُجَاهِدِيْنَ الَّذِيْنَ يُجَاهِدُوْنَ فِي سَبِيْلِكَ فِي كُلِّ زَمَانٍ وَمَكَانٍ، اللّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ دِيْنَكَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ دِيْنَكَ، اللّهُمَّ أَعِزَّ الإسْلامَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَذِّلَّ الشِّرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَانْصُرْ عِبَادَكَ المُؤْمِنِيْنَ، رَبَّنَا لاتُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّاب رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَ قِنَا عَذَاب النَّاَر.........................................................................
عِبَادَ اللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإ حْسَانِ وَاِيْتَآءِ ذِيْ القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوْا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكَمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اكْبرَ.